Halaman

Sabtu, 21 Desember 2013

Cerita di Kursi Hijau

Aku mendengar suara langkah kaki, suara pintu dibuka dan sesaat kemudian aku mendengar suara air yang      mengalir  dari kran. Suara-suara itu cukup menjadi alarmku pagi ini. Ku lihat jam digital di ponselku, pukul  02.12. Aku  beranjak dari tempat tidurku, mengintip dari balik tirai jendela kamar, mencoba mengamati  apa  yang sedang  terjadi di luar sana. Ahh…ternyata seorang kakek tua baru saja selesai wudu, dan siap untuk salat  di sebuah  mushola kecil tepat di depan kostku.
Aku menutup kembali tirai hijau di jendela kamarku, tapi sebelumnya aku sempat melihat kursi yang juga  berwarna hijau di teras kostku. Kamar kostku sebenarnya lebih cocok disebut kamar gadis kecil yang masih  duduk di bangku TK atau SD, karena dinding kamarku dipenuhi dengan kertas origami warna-warni. Ada 2  jendela kaca bertirai hijau yang menghadap teras, dan di kanan teras itulah terdapat sebuah kursi kayu  panjang, kursi yang telah menjadi saksi bisu cerita kita.

Hatiku remuk melihat kursi itu, yang kini tak lagi berpenghuni. Biasanya, pagi-pagi kutemukan dirimu sudah menungguiku di kursi itu. Kamu mengetok jendela kamarku,dan aku keluar bersama gelas keramik putih biru bertuliskan thinking of you. Dan kita siap menikmati susu coklat, teh susu, teh manis atau bahkan hanya air putih, segelas berdua. Romantic sekali!

Siang-siang, pulang kuliah kita nongkrong, dan tempatnya masih sama, di kursi kayu berwarna hijau itu. Waktu itu musim mangga, dan cemilan kita siang itu mangga yang rasanya manis kecut. Kamu kupaskan manga dan memotong-motongnya. Aku suapin sepotong daging mangga ke mulutmu, dan reaksimu berhasil membuatku tertawa sambil memegangi perutku. Masih bisa kubayangkan ekspresimu saat makan mangga yang rasanya kecut, keningmu mengernyit, dan lidahmu itu, kamu keluarkan dan matamu kamu pejamkan. Kamu bela-belain makan buah kecut meskipun kamu benci itu, hanya karena aku suapin kamu.

Ratusan jam telah kita habiskan duduk berdua di kursi itu. Kamu orang yang paling sering datang ke kostku. Pagi-pagi kita sudah duduk di kursi itu, siang-siang kita ngobrol bareng, sore-sore kamu juga samperin aku, dan malam hari, di kursi itu, kamu kecup keningku sebelum kamu pulang. Dan keesokan harinya, aku masih menemukanmu disana, setiap hari.

Kehadiranmu di hari-hariku membuat aku merasa tak ada hal yang perlu aku takutkan saat bersamamu. Karena keindahan cinta diantara kita membuat segala hal rumit terlihat mudah. Aku telah terbiasa memilikimu disisiku. Dan aku benar-benar tak pernah membayangkan hal buruk terjadi diantara kita.
Hari itu awal Desember, dan semuanya baik-baik saja sebelum aku dapat sms dari 1 kontak yang cukup mengejutkanku siang itu. Dia sms aku baik-baik, dan aku juga balas baik-baik. Saat dia tanya aku satu pertanyaan, tentang aku dan kamu, ternyata jawabanku merusak semuanya. Aku hanya mencoba menjawab jujur. Tapi itu akhirnya membuat dia melakukan tindakan yang menurutya benar dan menyelamatkannya. Tapi sebenarnya ia telah menyakiti banyak hati, dan membuatnya tidak bisa mendapatkan cinta yang tulus.

Setelah kejadian siang itu, aku masih sempat bertemu kamu. Tak banyak kata yang terucap dari bibir kita. Hanya air mata dan helaan nafas panjang. Hari itu hari terburuk yang pernah ku alami, mungkin kamu juga merasakan hal yang sama.  Siang itu, aku benar-benar tak kuasa menahan air mata. Kau genggam tanganku, dan itu membuat hatiku semakin sesak. Sempat terfikir, mungkin setelah ini aku tak berhak lagi menggenggam tanganmu, atau bahkan setelah ini kita tidak akan pernah bertemu lagi.

Dan setelah hari itu, kita tidak pernah bertemu lagi. Saban hari aku menunggu jendela kamarku diketok, berharap kamu duduk menungguku di kursi itu lagi. Dan saat aku menulis cerita ini, dengan air mata di pipiku, aku percaya kamu pasti kembali. Dan kita akan menghabiskan berjam-jam duduk dan ngobrol di kursi itu lagi.

Hanna
3 Desember 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar