Aku mendengar suara langkah kaki, suara
pintu dibuka dan sesaat kemudian aku mendengar suara air yang
mengalir dari kran. Suara-suara itu cukup menjadi alarmku pagi ini. Ku
lihat jam digital di ponselku, pukul 02.12. Aku beranjak dari tempat
tidurku, mengintip dari balik tirai jendela kamar, mencoba mengamati
apa yang sedang terjadi di luar sana. Ahh…ternyata seorang kakek tua
baru saja selesai wudu, dan siap untuk salat di sebuah mushola kecil
tepat di depan kostku.
Aku menutup kembali tirai hijau di jendela
kamarku, tapi sebelumnya aku sempat melihat kursi yang juga berwarna
hijau di teras kostku. Kamar kostku sebenarnya lebih cocok disebut kamar
gadis kecil yang masih duduk di bangku TK atau SD, karena dinding
kamarku dipenuhi dengan kertas origami warna-warni. Ada 2 jendela kaca
bertirai hijau yang menghadap teras, dan di kanan teras itulah terdapat
sebuah kursi kayu panjang, kursi yang telah menjadi saksi bisu cerita
kita.
Hatiku remuk melihat kursi itu, yang kini tak lagi
berpenghuni. Biasanya, pagi-pagi kutemukan dirimu sudah menungguiku di
kursi itu. Kamu mengetok jendela kamarku,dan aku keluar bersama gelas
keramik putih biru bertuliskan thinking of you. Dan kita siap menikmati susu coklat, teh susu, teh manis atau bahkan hanya air putih, segelas berdua. Romantic sekali!
Siang-siang,
pulang kuliah kita nongkrong, dan tempatnya masih sama, di kursi kayu
berwarna hijau itu. Waktu itu musim mangga, dan cemilan kita siang itu
mangga yang rasanya manis kecut. Kamu kupaskan manga dan
memotong-motongnya. Aku suapin sepotong daging mangga ke mulutmu, dan
reaksimu berhasil membuatku tertawa sambil memegangi perutku. Masih bisa
kubayangkan ekspresimu saat makan mangga yang rasanya kecut, keningmu
mengernyit, dan lidahmu itu, kamu keluarkan dan matamu kamu pejamkan.
Kamu bela-belain makan buah kecut meskipun kamu benci itu, hanya karena
aku suapin kamu.
Ratusan jam telah kita habiskan duduk berdua di
kursi itu. Kamu orang yang paling sering datang ke kostku. Pagi-pagi
kita sudah duduk di kursi itu, siang-siang kita ngobrol bareng,
sore-sore kamu juga samperin aku, dan malam hari, di kursi itu, kamu
kecup keningku sebelum kamu pulang. Dan keesokan harinya, aku masih
menemukanmu disana, setiap hari.
Kehadiranmu di hari-hariku
membuat aku merasa tak ada hal yang perlu aku takutkan saat bersamamu.
Karena keindahan cinta diantara kita membuat segala hal rumit terlihat
mudah. Aku telah terbiasa memilikimu disisiku. Dan aku benar-benar tak
pernah membayangkan hal buruk terjadi diantara kita.
Hari itu awal
Desember, dan semuanya baik-baik saja sebelum aku dapat sms dari 1
kontak yang cukup mengejutkanku siang itu. Dia sms aku baik-baik, dan
aku juga balas baik-baik. Saat dia tanya aku satu pertanyaan, tentang
aku dan kamu, ternyata jawabanku merusak semuanya. Aku hanya mencoba
menjawab jujur. Tapi itu akhirnya membuat dia melakukan tindakan yang
menurutya benar dan menyelamatkannya. Tapi sebenarnya ia telah menyakiti
banyak hati, dan membuatnya tidak bisa mendapatkan cinta yang tulus.
Setelah
kejadian siang itu, aku masih sempat bertemu kamu. Tak banyak kata yang
terucap dari bibir kita. Hanya air mata dan helaan nafas panjang. Hari
itu hari terburuk yang pernah ku alami, mungkin kamu juga merasakan hal
yang sama. Siang itu, aku benar-benar tak kuasa menahan air mata. Kau
genggam tanganku, dan itu membuat hatiku semakin sesak. Sempat terfikir,
mungkin setelah ini aku tak berhak lagi menggenggam tanganmu, atau
bahkan setelah ini kita tidak akan pernah bertemu lagi.
Dan
setelah hari itu, kita tidak pernah bertemu lagi. Saban hari aku
menunggu jendela kamarku diketok, berharap kamu duduk menungguku di
kursi itu lagi. Dan saat aku menulis cerita ini, dengan air mata di
pipiku, aku percaya kamu pasti kembali. Dan kita akan menghabiskan
berjam-jam duduk dan ngobrol di kursi itu lagi.
Hanna
3 Desember 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar