Halaman

Jumat, 27 Desember 2013

Perayaan Natal di Era Teknologi

Saya, Hanna Meyti Sitepu mengucapkan Selamat Hari Natal..
hehe..
Ga tau kenapa nih, lagi pengen nulis tentang natal.. 3 tahun terakhir ini aku ngerayain natal di negeri orang,,hahaha.. kaya aku di luar negeri aja yah.. So, selama 3 tahun ini juga aku "kehilangan" tradisi natalku waktu masih di kampung tercinta. Yang dulunya hampir setiap malam ikut perayaan natal, selama 3 tahun terakhir ini cuma natalan di kampus, untung-untung ada undangan natal dari gereja tempat PMK UNAKI pelayanan weekend. Dan tahun ini, aku udah ikut perayaan natal 2 kali. 24 Desember kemarin perayaan natal di kampus. Perayaan natal yang ke-dua di salah satu gereja dimana PMK UNAKI pernah ada pelayanan weekend dan mission trip. Pada dasarnya saya sangat bersukacita demi menghadiri kedua perayaan tersebut. Acaranya meriah dan para jemaat terlihat lebih cantik, ganteng dan rapi dengan dress code yang pastinya sudah dipersiapkan jauh-juah hari. Semua orang tersenyum dan bersukacita.

Namun ada satu hal yang menarik perhatian saya. Saat ada persembahan pujian atau pertunjukan dari jemaat dan tamu undangan, saya merasa tidak sedang menyaksikan penampilan mereka. Tapi saya menyaksikan punggung-punggung sejumlah photographer yang mencoba mengabadikan moment yang sangat indah itu. Dalam susunan kepanitiaan, pastinya sudah ada seksi dokumentasi yang ditunjuk. Namun, karena perkembangan zaman dan jemaat yang tidak ketinggalan zaman, hampir semua jemaat yang kini menggunakan alat komunikasi yang canggih disertai media video kamera menjadi seksi dokumentasi. Sayang kan kalau kameranya tidak digunakan? Hal ini menyebabkan jemaat yang menonton berbondong-bondong merekam penampilan di event-event natal yang dirayakan hanya 1 tahun sekali. Apalagi yang mempersembahkan pujian anak-anak sekolah minggu yang masih unyu-unyu, imut-imut dan lucu-lucu. Orang tua mereka dengan senyuman bahagia melihat sibuah hati di atas panggung akan segera mendekat dan mengabadikan penampilan anak-anaknya.

Malam ini saya mencoba bernostalgia dengan perayaan-perayaan natal yang pernah saya ikuti beberapa tahun lalu, sebelum Indonesia di hujani alat-alat elektronik yang canggih. Saya dan ratusan jemaat lainnya mengikuti acara perayaan natal dengan sukacita. Penyalaan lilin dan menyanyikan lagu Malam Kudus dengan hikmat dan penuh penghayatan. Merenungkan kembali malam natal yang pertama, 2000 tahun lalu, di kandang domba di Efrata, Bayi Yesus dilahirkan oleh seoarang perawan, Maria, dibungkus dengan kain lampin dan dibaringkan di palungan. Dengan kerelaan meninggalkan kemuliaan-Nya di surga, turun ke bumi dan menjadi sama dengan manusia. Dengan tujuan yang teramat mulia, menebus dosa-dosa kita, manusia yang terlalu bangga dengan hidup kita yang hina dan penuh dosa.

Dan malam ini saya sadar, bahwa esensi natal bukanlah tentang perayaan yang megah dan meriah, bukan tentang baju seragam saat merayakan natal, bukan tentang sinter clauss dan hadiah, bukan tentang pohon natal dan salju. Tapi tentang kasih dan damai sejahtera yang menjadi alasan Yesus Kristus datang ke dunia.
Bagaimana kita bisa membagikan kasih Yesus kepada sesama kita, mengasihi orang-orang yang ada disekitar kita, bahkan mengasihi orang-orang yang menyakiti kita. Membagikan kabar keselamatan yang telah kita terima, dan orang lain juga bisa memperoleh keselamatan dari Sang Juru Selamat yang telah lahir ke dunia.

Selamat Natal buat teman-teman bloggers, semoga damai sejahtera dari Yesus Kristus boleh memenuhi hati dan kehidupan kita.
Tuhan Yesus memberkati...
Shalom...










Hanna,
Semarang, 27 Des 2013

Kamis, 26 Desember 2013

Marah

Kadang aku ingin marah, kalau 'ku ingat kenyataan ini. Kurasa getir di hatiku, saat ku ingat betapa teganya takdir merebutmu dariku. Bahkan kadang aku ingin marah, marah sama kamu, mengapa kau biarkan aku jatuh cinta sama kamu, kalau akhirnya kau menyiksa batinku sedalam ini?? Tapi aku paling marah sama diriku sendiri. Mengapa aku jadi sebodoh ini? Terlalu mencintaimu, hingga cinta ini butakan segalanya. Cinta ini membuatku lupa, lupa bahwa tak seharusnya aku mencintaimu lagi.
Cinta ini tetap saja sama, setelah apa yang kau lakukan padaku. Dan hati ini masih tetap berharap kau kembali, setelah kau berlalu begitu jauh.Sesunggguhnya aku berharap aku hanya sedang bermimpi.Sebuah mimpi buruk !! Aku ingin segera terjaga, tapi tetap saja mata ini terpejam. Aku ingin meneriakkan pilu dan pedihnya hati ini, namun bibirku terlalu kelu walau hanya untuk berkata-kata.Aku ingin bangkit, namun tubuh ini seakan remuk, lumpuh tak berdaya.
Aku ingin bangkit dari mimpi buruk ini, dan saat aku terjaga ingin ku lihat mentari pagi yang indah, yang membuatku lupa akan semua mimpi-mimpi buruk itu.

Hanna,
Bandungan, 20 Des 2013


Sabtu, 21 Desember 2013

Cerita di Kursi Hijau

Aku mendengar suara langkah kaki, suara pintu dibuka dan sesaat kemudian aku mendengar suara air yang      mengalir  dari kran. Suara-suara itu cukup menjadi alarmku pagi ini. Ku lihat jam digital di ponselku, pukul  02.12. Aku  beranjak dari tempat tidurku, mengintip dari balik tirai jendela kamar, mencoba mengamati  apa  yang sedang  terjadi di luar sana. Ahh…ternyata seorang kakek tua baru saja selesai wudu, dan siap untuk salat  di sebuah  mushola kecil tepat di depan kostku.
Aku menutup kembali tirai hijau di jendela kamarku, tapi sebelumnya aku sempat melihat kursi yang juga  berwarna hijau di teras kostku. Kamar kostku sebenarnya lebih cocok disebut kamar gadis kecil yang masih  duduk di bangku TK atau SD, karena dinding kamarku dipenuhi dengan kertas origami warna-warni. Ada 2  jendela kaca bertirai hijau yang menghadap teras, dan di kanan teras itulah terdapat sebuah kursi kayu  panjang, kursi yang telah menjadi saksi bisu cerita kita.

Hatiku remuk melihat kursi itu, yang kini tak lagi berpenghuni. Biasanya, pagi-pagi kutemukan dirimu sudah menungguiku di kursi itu. Kamu mengetok jendela kamarku,dan aku keluar bersama gelas keramik putih biru bertuliskan thinking of you. Dan kita siap menikmati susu coklat, teh susu, teh manis atau bahkan hanya air putih, segelas berdua. Romantic sekali!

Siang-siang, pulang kuliah kita nongkrong, dan tempatnya masih sama, di kursi kayu berwarna hijau itu. Waktu itu musim mangga, dan cemilan kita siang itu mangga yang rasanya manis kecut. Kamu kupaskan manga dan memotong-motongnya. Aku suapin sepotong daging mangga ke mulutmu, dan reaksimu berhasil membuatku tertawa sambil memegangi perutku. Masih bisa kubayangkan ekspresimu saat makan mangga yang rasanya kecut, keningmu mengernyit, dan lidahmu itu, kamu keluarkan dan matamu kamu pejamkan. Kamu bela-belain makan buah kecut meskipun kamu benci itu, hanya karena aku suapin kamu.

Ratusan jam telah kita habiskan duduk berdua di kursi itu. Kamu orang yang paling sering datang ke kostku. Pagi-pagi kita sudah duduk di kursi itu, siang-siang kita ngobrol bareng, sore-sore kamu juga samperin aku, dan malam hari, di kursi itu, kamu kecup keningku sebelum kamu pulang. Dan keesokan harinya, aku masih menemukanmu disana, setiap hari.

Kehadiranmu di hari-hariku membuat aku merasa tak ada hal yang perlu aku takutkan saat bersamamu. Karena keindahan cinta diantara kita membuat segala hal rumit terlihat mudah. Aku telah terbiasa memilikimu disisiku. Dan aku benar-benar tak pernah membayangkan hal buruk terjadi diantara kita.
Hari itu awal Desember, dan semuanya baik-baik saja sebelum aku dapat sms dari 1 kontak yang cukup mengejutkanku siang itu. Dia sms aku baik-baik, dan aku juga balas baik-baik. Saat dia tanya aku satu pertanyaan, tentang aku dan kamu, ternyata jawabanku merusak semuanya. Aku hanya mencoba menjawab jujur. Tapi itu akhirnya membuat dia melakukan tindakan yang menurutya benar dan menyelamatkannya. Tapi sebenarnya ia telah menyakiti banyak hati, dan membuatnya tidak bisa mendapatkan cinta yang tulus.

Setelah kejadian siang itu, aku masih sempat bertemu kamu. Tak banyak kata yang terucap dari bibir kita. Hanya air mata dan helaan nafas panjang. Hari itu hari terburuk yang pernah ku alami, mungkin kamu juga merasakan hal yang sama.  Siang itu, aku benar-benar tak kuasa menahan air mata. Kau genggam tanganku, dan itu membuat hatiku semakin sesak. Sempat terfikir, mungkin setelah ini aku tak berhak lagi menggenggam tanganmu, atau bahkan setelah ini kita tidak akan pernah bertemu lagi.

Dan setelah hari itu, kita tidak pernah bertemu lagi. Saban hari aku menunggu jendela kamarku diketok, berharap kamu duduk menungguku di kursi itu lagi. Dan saat aku menulis cerita ini, dengan air mata di pipiku, aku percaya kamu pasti kembali. Dan kita akan menghabiskan berjam-jam duduk dan ngobrol di kursi itu lagi.

Hanna
3 Desember 2013

Berteman Bayangmu

Hari ini aku berjalan pagi-pagi sekali.Sebelum fajar bangun.Aku mendaki sebuah bukit yang pernah kita datangi bersama. Langkah demi langkah, ku jejaki bersama bayangmu. Sesaat, kupejamkan mataku. Dan aku merasa seolah kau disisiku, menggenggam tanganku. Langkahku semakin ringan mendaki bukit ini bersama bayangmu yang menggenggam tanganku.
Mentari pagi mulai pancarkan cahayanya saat aku sampai di puncak, Kulayangkan mataku, memandang hijaunya alam yang mengelilingiku. Kulihat "lautan" sawah diantara gunung gemunung di sebrang sana, Lautan sawah itu, kita pernah tuliskan cerita di sana. Dan gunung gemunung itu, kita telah merajut mimpi-mimpi untuk menaklukkannya. Awan putih yang menyelimuti pegunungan antah berantah, senandung lagu cinta yang kita pernah lantukan.
Kembali ku pejamkan mataku, mengingat lagi semua hari-hari dan mimpi-mimpi kita. Air mata basahi pipiku dan terpaan angin kencang menyadarkanku,  bahwa kau tak di sini lagi, bahwa aku hanya berteman bayangmu.

Hanna
Bandungan, 20 Desember 2013