Halaman

Jumat, 28 Maret 2014

Demokrasi....Demam Pesta Rakyat!!!


    Hari ini aku dengan setengah terpaksa membeli sticker dari salah satu mahasiswa di kampusku, katanya sih buat cari dana di event fakultasnya mereka. Pasalnya, aku ga terlalu suka dengan kata-kata di sticker itu. Tapi ada satu sticker, yang aku tak punya alasan untuk tidak menyukainya. Kata-katanya seperti ini "Proud to be Indonesia", ya meskipun tulisan yang benar seharusnya adalah "Proud to be Indonesian". Tapi ya whatever lah, aku tetap bangga menjadi orang Indonesia, biar bagaimanapun keadaan negara ini.

     Indonesia sebagai negara demokrasi, dalam waktu dekat ini akan mengadakan pesta besar, Pesta Rakyat. Pemilihan Legislatif pada 9 April 2014dan di ikuti dengan pemilihan Presiden pada 9 Juli 2014. Spanduk dan baliho dari setiap calon dimana-mana. Wajah-wajah mereka terpampang juga di kalender, kaos, jam dinding, de el el. Ada begitu banyak atribut yang "berserakan" di seantro Tanah Air ini menjelang pesta besar itu. Kampanye dari setiap calon parpol juga berkumandang di tengah-tengah hiruk pikuknya kegiatan masyarakat. Jejaring sosial pun dipenuhi dengan grup-grup pendukung setiap calon. Argghhh,, seperti inikah persiapan menjelang pesta demokrasi itu??

       Sebagai warga Indonesia yang baik, tentunya saya juga berhak mendukung calon yang saya anggap bermutu. Maka dari itu, saya bergabung di forum pendukung salah satu calon presiden melalui jejaring sosial. Awalnya saya tidak terlalu ngeh untuk membaca kiriman-kiriman dari setiap pendukung. Tapi beberapa hari belakangan ini, ada beberapa kiriman-kiriman yang berisikan komentar-komentar miring mengenai calon presiden yang saya dukung tersebut. Memang, hak setiap orang untuk mendukung atau tidak, tapi ini sudah berlebihan menurut saya. Berlebihan seperti apa? Masa nama-nama yang saru (tidak sopan) pada bermunculan di komentar? Ada banyak akun-akun dengan identitas palsu malah memprovokasi calon-calon presiden kita. Kalau tidak suka ya jangan di pilih, gitu aja kok repot!

      Saya baru saja membuka laman group calon yang saya dukung, dan saya menemukan terlalu banyak komentar yang tidak membangun. Yang paling memprihatinkan menurut saya adalah, perdebatan para pendukung dan si pengguna akun palsu yang membawa nama suku-suku di Indonesia, dan memojokkan salah satu suku besar di Indonesia. Lama-lama bisa jadi perang suku ini. Ngga jadi pemilu entar..

        Panas memang hari-hari terakhir menjelang Pesta Demokrasi kali ini. Tapi bagaimana pun, tetap pilih orang yang menurut anda bisa bertanggung jawab memimpin negara ini ke arah yang lebih baik. Jangan terbuai dengan money politic, ya meskipun kita sendiri sadar, terlalu banyak calon pemimpin kita yang menggunakan politik ini. Tidak adil memang, jika yang menang kali ini adalah mereka yang tidak bersih. Tapi bukankah lebih baik hidup di bawah ketidakadilan, daripada berbuat ketidakadilan?
Sahabat bloggers, mari wujudkan pemilu 2014 yang JUJUR dan BERSIH !!!

Semarang, 28 Maret 2014
Hanna

Friendship


Semua orang punya teman, tetapi teman di sekolah/kampus itu berbeda, mereka mengerti kita sama seperti orang tua kita mengerti kita, mereka mengerti kita. Perselisihan, iri, persaingan, semua mewarnai  persahabatan kita. Tak peduli bagaimana semua itu berjalan, itu takkan pernah meredupkan hati.
You all guys, my best friends, have gaven so many colors of my days.
I Love Yous. :*


Rabu, 19 Maret 2014

Cinta dan Sang Waktu Part II

Cinta yang sejati, cinta yang kita kira sudah pergi, ternyata cuma bersembunyi, menunggu waktu untuk kembali.
                                                                               ***
"Eh, elu kenapa? Ko galau gitu?", celotehan yang menjadi salam pembuka dari adikku Tasya sore itu, setelah seharian di jejali materi-materi kuliah yang cukup menguras pikiranku. Aku diam, mengabaikan ocehannya. "Sms lu gak di balas?", tambahnya lagi. "Ngga apa-apa kok, cuma kecapekan aja", jawabku singkat, mencoba mengindari pertanyaan-pertanyaan yang tidak ku harapkan. 

Tasya, adikku yang selama 7 bulan belakangan ini tinggal 1 kost denganku di Semarang, sepertinya mulai menangkap sinyal-sinyal kegalauanku beberapa hari belakangan ini. Sebenarnya sih ga bermaksud untuk galau, cuma kadang aku kurang ahli untuk menyembunyikan kepedihan hatiku, hehe. . Kali ini aku terlalu gengsi untuk curhat sama dia, karena aku nggak mau dia tahu betapa pedihnya hati ini. Aku masih ingat bagaimana aku menangis di pelukannya beberapa waktu lalu, saat sesuatu hal yang menyakitkan hatiku terjadi. Dia hanya membiarkan aku menangis, sepuasnya. No comment! Belakangan aku tau dari pacarnya, dia benar-benar marah karena aku disakiti, tapi dia ga pernah ungkapkan hal itu kepadaku. 

Hari-hari ini aku mengalami apa yang pernah aku alami sekitar satu tahun lalu, kehilangan. Bedanya, kali ini aku sadar kenapa aku harus merasa kehilangan. Setahun yang lalu, seseorang yang sudah ku kenal dengan cukup baik, dengan setia selalu menemani hari-hariku, tawa dan tangisku. Sulit dilukiskan dengan kata-kata betapa   bahagianya aku saat itu. Suatu hari, tanpa kata, tanpa alasan, dia menghilang, begitu saja! Aku marah? Ya! Tapi kepada siapa aku harus marah? Aku kecewa? Jelas! Tapi apa gunanya jika aku terus bergelut dengan kekecewaanku. Kulewati masa-masa sulit untuk beradaptasi kembali dengan hari-hari yang ku lalui tanpa hadirnya, seseorang yang terlalu dekat denganku, dan terlalu sakit untuk harus kehilangannya.

Aku pernah membaca  sebuah kalimat yang singkat, kira-kira seperti inilah maknanya. "Ada seseorang dalam hidupmu, jika ia pergi, ia membawa serta sepotong hatimu". Dulu, aku tidak mengerti apa maksud orang yang menuliskan kalimat itu. Tapi kini aku sadar, perkara hati adalah perkara yang paling sensitif. Dengan sangat excited, aku selalu menceritakan kepada adikku seseorang yang memiliki hatiku . Kuceritakan betapa spesialnya dia bagiku, dia, orang yang sekitar setahun lalu pernah sangat dekat denganku, yang menghilang tanpa alasan, dan seperti pencuri ia datang kembali. Ya, seseorang itu datang kembali.

Tapi kali ini dia datang disaat yang tidak tepat. Dia datang saat aku memutuskan melalui tahun ini in celibacy. Dia terlalu berarti, dan tak bisa ku pungkiri, aku bahagia saat ia kembali hadir mewarnai hari-hariku, meski aku sadar ini bukan waktu yang tepat. Ku biarkan ia menuliskan cerita-cerita di hidupku, dan aku menikmati setiap cerita itu. Kami, aku dan dia menuliskan mimpi-mimpi, dan akan kita raih bersama, suatu saat nanti. 

Sesuatu yang diluar harapanku terjadi. Tuhan memintanya kembali dariku. Awalnya aku baik-baik saja. Aku merasa bisa menerima semua ini, karena aku tahu dengan jelas kenapa ini terjadi. Tapi seiring waktu berlalu, kutemukan diriku mulai merasa kehilangan. Kehilangan mungkin bukan kata yang tepat, karena sesungguhnya aku tidak kehilangan. Aku hanya belum boleh memilikinya sekarang. Aku hanya harus menunggu waktu yang tepat, sampai aku benar-benar siap menerima pemberian itu, siap lahir dan batin. Sesekali, ku temukan air mata  basahi pipiku, kala ku ingat bagaimana ia pernah menemani hari-hariku. Apakah kali ini aku masih marah, kecewa?Marah sama siapa? Kecewa sama siapa? Aku tidak menyalahkan siapa-siapa, tidak menyalahkan dirinya, diriku dan juga sang waktu. 

Kubiarkan diriku yang masih sedikit canggung dengan semua ini menikmati hari-hari yang berlalu. Sesekali, kulihat dirinya dari kejauhan, dan aku tersenyum. Ada bagian dalam diriku yang berkata, " Dear, sometimes it's enough for me to know that you're there ". Aku tau cintaku tidak hilang, ia hanya sedang jauh dariku, bersembunyi mungkin, dan ia akan datang kembali, membawa sepotong hatiku, suatu saat nanti, disaat yang tepat. :)


Semarang, 19 Maret 2014

Hanna

Senin, 17 Maret 2014

Saat Asaku Hampir Pupus

Pernah merasa putus asa dan ingin menyerah setelah sekian lama berjuang untuk meraih sesuatu yang sangat kamu dambakan??
Kira-kira perasaan seperti itulah yang ku rasakan sekarang. Hampir 15 tahun aku mengecam dunia pendidikan, aku belum pernah merasa seburuk ini. Sekarang aku semester 6 dalam studiku di sebuah universitas swasta di kota Semarang. Ini merupakan tahun-tahun terakhir aku berada di kampus. 3 tahun di kampus, di kejar-kejar tugas, penelitian dan laporan tak pernah membuatku menyerah.  Hari ini, benteng pertahananku hancur berkeping-keping, runtuh tak berbentuk. Ku tutup pintu kamarku, aku menangis sejadi-jadinya saat aku curhat sama SAHABATKU. Hal yang sederhana sebenarnya dari sudut pandang orang-orang pada umumnya. Tapi ini hal yang paling "menakutkan" bagiku. Kenapa menakutkan?? Biar 'ku ceritakan sedikit mengenai hal "menakutkan" itu. 
Secara peringkat, aku lumayan bagus dalam bidang akademis. Beberapa kali, aku membawa pulang gelar juara umum di SMP dan SMA. Tapi itu tidak cukup untuk membuatku tampil percaya diri di depan publik. Masih kuingat bagaimana aku dipermalukan teman-temanku di depan kelas dalam pelajaran Kesenian waktu di SD. Menyanyi sama sekali bukanlah duniaku, waktu itu setiap anak di wajibkan untuk menyanyikan lagu daerah oleh guru Kesenianku. Dengan terpaksa aku berdiri di depan kelas dan menyumbangkan sebuah lagu. Salah satu anak mulai menertawakanku, karena suaraku fals dan tak bernada. Teman-teman lain mengikuti tingkahnya dan berhasil membuatku menangis. Dan mulai hari itu, sangat sulit bagiku untuk bisa tampil percaya diri di depan kelas. 
Menyelesaikan pendidikan dasar di SD Inpres Siabang-abang dengan nilai yang bagus, mengikuti test untuk masuk SMP,diterima dan  lulus dari SMP N 1 Kuta Buluh dengan nilai terbaik, masih dengan hal yang sama saat masuk dan lulus dari SMA N 1 Payung. 
Aku mulai memikirkan tujuanku di saat-saat terakhir di bangku SMA. Kuliner, hal yang sangat aku senangi disamping kegiatan akademisku. Kusampaikan hal ini kepada orang tuaku, melanjutkan pendidikanku di bidang kuliner. Proposalku tidak diterima. Dari sekolah ada tawaran untuk mendaftar kuliah melalui jalur undangan, yang diperuntukkan bagi siswa yang berprestasi. Formulir pendaftaran sudah di tanganku, dan wakil kepala sekolahku menyarankan aku untuk memilih program pendidikan, yang kelak akan menjadi guru. Ku bawa  formulir itu pulang, ku ceritakan kepada orang tuaku mengenai tawaran itu. Mereka tidak ada masalah dengan hal itu, tapi hatiku berkata itu bukan duniaku. Keesokan harinya ku kembalikan formulir itu. Sontak, wakil kepala sekolahku kaget dan menganggap aku mulai sinting. Siswa lain berebutan agar bisa mendapatkan formulir yang sangat terbatas, aku malah dengan perasaan tak berdosa mengembalikannya ke pihak sekolah. Alasannya adalah, aku tidak mau menjadi guru!
Dan hari ini, saat masuk mata kuliah TEFL II, dosenku menyampaikan silabus untuk perkuliahan kami selama semester ini. "Okay, guys! You are going to practice your capabilty in teaching at school, not in this class, in front of your friends. So, prepare yourself!"
Begitulah kira-kira wejangan yang disampaikan dosenku hari ini. Jadi kami di suguhi 8 metode pengajaran bahasa Inggris sebagai bahasa asing untuk di pelajari sendiri, dan kami akan mengajar anak-anak di SD yang sudah ditentukan oleh sang dosen dengan mengkombinasikan metode-metode tersebut. 
Kelas berakhir, dan aku pulang dengan perasaan yang campur aduk. I hate to be a teacher, especially in Kindergarten and Elementary School! Aku bahkan belum mengerti metode-metode yang diberikan dosenku hari ini. Ku bayangkan anak-anak SD berseragam, dan aku masuk kelas, mencoba merebut segenap perhatian mereka, dan menyampaikan pelajaran. I am absolutely nervous, although just imagine. 
Rasa nervousku berakhir dengan air mata yang membasahi pipiku sore ini, di kamar kostku yang sepi. Aku, dengan harapan yang sangat besar tidak bertemu mata kuliah micro-teaching, mendaftar sebagai mahasiswa dalam Progran Studi S1 Sastra Inggris, but in fact, aku bahkan tidak bisa mengelak sama sekali dari pelajaran itu.

Semarang, 17 Maret 2014
Hanna