Halaman

Kamis, 04 Desember 2014

Hilang

I have no idea about what exactly is happened to me. Entah apa yang kini melandaku. Terkadang kutemukan diriku terdiam, hanya terdiam untuk waktu yang cukup lama. Tak jarang aku hanya memandang jauh namun tak tau apa yang sedang aku lihat. Sesekali ku temukan diriku meneteskan air mata saat aku tiba-tiba terjaga dari tidurku. Kenapa aku ini??
Ada yang hilang dari hatiku. Tak pernah sebelumnya aku merasakan hal seperti ini menyiksa ruang hatiku. Aku kesepian. Tak peduli dimana aku berada, aku selalu merasa sendirian. Ku coba temukan yang hilang itu, tapi rasanya itu sudah tak mungkin. Mungkin dia sudah benar-benar hilang, lenyap ditelan bumi. 
Aku mencoba menata hatiku, menata kembali hati yang sekarang entah berbentuk apa. Tapi tetap saja aku merasa tak berdaya. Aku mulai jenuh, hari-hariku ku lalui dengan tak ada hal berarti yang kulakukan. Aku yang dulu paling benci sendirian mengurung diri di kamar, hari hari ini malah lebih senang seharian di kamar dengan ditemani laptop. Aku mencoba menepis rasa sepiku dengan menonton. Tapi tetap saja aku hanya sendirian.
I just feel that sometimes I am out of my mind,,, 
Aku kini kehilangan diriku sendiri. 

Hanna Sitepu,
4 Desember 2014

Jumat, 07 November 2014

Skripsi Membawaku ke Kota Batik

Penat dan sesak berdesak-desakan di ruang hatiku. Aku bahkan tidak bisa menarik nafas panjang sore itu. Pikiranku kacau, kenapa? Aku tak punya alasan yang jelas. Ditengah-tengah perasaanku yang kata anak-anak muda jaman sekarang lagi cukup galau, skripsi ikut-ikutan menggangguku. "Kapan mau bimbingan bab 2?", bisik si skripsi, perlahan. Namun dengan nada meminta kepastian sembari menyindirku. Ku tutup wajahku dengan boneka azure ku, mencoba mengabaikan godaan skripsi yang selalu minta ditemani itu. Tak berhasil dengan bisikan ironisnya, skripsi mencoba dengan trik lain. Kini dia menari-nari di pikiranku. Seolah satu persatu teori yang mulai ku goreskan di Bab 2 meminta dukungan lebih dari ahli-ahli linguistik lainnya. "Kami butuh ahli lain, masih terlalu sedikit, kami kesepian. Kami butuh teman lain untuk saling bercerita tentang teori-teori bahasa dan budaya, terutama teori kekerabatan yang mau kau jadikan teori utamamu itu." Rengeknya sembari berputar-putar di kepalaku. Kini aku tak bisa menghindar lagi, ku singkirkan azure sejenak dari wajahku. Aku tambah galau, skripsiku berhenti di tengah jalan. Aku kekurangan teori yang bisa mendukung topik yang ku jadikan penelitian untuk skripsiku. Sudah ku cari di perusatakaan kampus, di perpustakaan daerah, di internet. Tak urung ku temui teori yang membahas secara spesifik teori kekerabatan seperti yang kubutuhkan.   Aku hampir menyerah dan berfikir untuk ganti judul saja. Ku tatap layar ponselku, waktu itu aku lagi sms-an sama sahabatku nun jauh disana. Tiba-tiba, sebuah ide iseng dan konyol menyelinap di otakku.
"Zi, di kampusmu ada Fakultas Bahasa?", klik! Message sent!
"Ada, Han. Kenapa?" Jawab Ozi melalui ponsel.
"Aku lagi butuh buku-buku macro linguistics ni, Zi. Untuk teori di skripsiku." 
"Oh, ya meh ta liatin dulu di perpus, biar mastiin."
"Ok, Zi. Kabari ya kalo ada."
"Ok miss Hanna, Sip."
Entah kenapa tiba-tiba kepikiran cari refrensi di perpustakaan Unikal, mungkin karena sudah terlalu jenuh dan ngga tau mau cari kemana lagi. Aku kemudian dapat info dari Ozi kalau buku yang aku cari ada di perpustakaan kampusnya. Fix, I have to go there, No matter what. For my thesis!
Aku memulai perjalananku dari Stasiun Besar Poncol, Semarang. Naik kereta api Kaligung Mas 241. Jadwal keberangkatan jam 06.15, Kamis, 6 Nov '14. 
Ku nikmati perjalanan pertamaku ke kota Batik, Pekalongan. Aku menikmati setiap pemandangan yang disajikan alam untukku. Ku lihat hamaparan sawah, sebagian masih hijau, ada yang sudah panen. Kulihat pak tani yang tengah memberi makan bebek-bebeknya di daerah pertanian yang kulalui. Sesaat, aku terkesima menyaksikan ciptaan Pemilik semesta ini. Di kananku, ku lihat biru, biru laut utara yang menyejukkan hatiku. Di kiriku, hijau, hijau alam segarkan mataku. Aku terpesona, laut biru dan hamparan hijau alam ini hanya terpisahkan oleh lintasan rel kereta api.  Ditengah-tengah deru mesin kereta, aku berbisik perlahan. Amazing ...I do love travelling!!!
07.30, Kaligung Mas tiba di Stasiun Pekalongan. Ku telfon Ozi, teman sekaligus tour guideku selama di Peklaongan. hehe.. :) Ku lihat seorang pria muda dengan ponsel dirapatkan di telinganya di depan pintu keluar. He should be my tour guide, pikirku. 
Aku keluar, and he is really my tour guide....haha...
Kita segera menuju kampusnya Ozi, di daerah Bendan, Jl. Sriwijaya No.3. Aku masih inget kan?? hehe... Tempat yang pertama kami datangi bukan perpustakaan, tapi kantin...ketauan banget suka jajan...hihi... "Good Day satu ya buk, pakai es," kataku memesan minuman kepada ibuk kantin.
"Kok Good Day,miss. Ini kan masih pagi," goda Ozi sembari tertawa kecil.
"Haha, whatever. "Aku tetap menikmati kopi dingin yang disajikan oleh ibuk kantin.
Kami menaiki beberapa anak tangga menuju perpustakaan. Perpustakaannya keren, mirip perpustakaan yang pernah ku "bangun" dalam sebuah proposal. Yeee,, finally I got the books.
Urusan buku selesai, saatnya makan... Haha, makan teruuss.. Eh,,ngga trus ding. Tadi masi minum kopi. hehe:)
Aku ditemani makan sama tour guide ku di alun-alun Mataram. Makan Nasi Goreng Spesial pake Telor. haha.. Pak tour guide cuma nemenin, karna dia lagi puasa. Maaf ya pak tour guide, tapi aku lapar. Nanti aku jadi ikut-ikutan berpuisi Syair Orang Lapar lagi. haha....Tiupan angin yang sepoi-sepoi menemaniku menyantap Nasgor special dan segelas es jeruk.. ahh,, di Semarang tak kutemukan angin sesejuk ini...
Hampir jam 12, ku dengar adzan berkumandang. 
"Kamu ngga sholat?", tanyaku sama Ozi.
"Sholat, Han."
"Dimana?"
"Di kampus."
"Yaudah, ayo ke kampus. Kamu jangan diemlah, aku kan ga tau."
"Hehe, ayoo."
Kita balik ke kampus dan aku aku nungguin Ozi sholat. Hemm, seperti ini rasanya punya temen beda agama. Terasa indah asal kita saling memahami. Aku bingung kenapa negeri ini selalu ribut karena perbedaan keyakinan. 
Perjalanan wisataku belum berakhir, tour guide ku kebetulan ada jadwal latihan baca puisi. Jadi aku ikutan, ikutan liat..
I love being there, with literature lovers.
Mereka keren-keren, berbakat. dan yang penting mereka ramah dan easy going. Terimakasih pak tour guide, uda ngenalin aku dengan teman-temanmu yang luarbiasa. hehe....
"Ke IBC yuk," ajak pak tour guide.
"IBC? Ikan Bakar Cianjur?" Tanyaku sambil tertawa.
"Engga miss, International Batik Center."
"Oh, boleh-boleh."
Kita ke IBC, tempatnya keren. Batiknya juga keren-keren. Hari itu, di IBC, aku mengerti kenapa Pekalongan di kenal dengan kota Batik. IBC is really amazing..!!
Jam masih menunjukkan pukul 16.00, sementara aku naik kereta keberangakatn 17.56 untuk pulang ke Semarang. Masih sempat ke pantai, hehe.. Sebelum ke pantai kita mampir di taman kota yang ada tulisan BATIK nya. Gede banget, serius. Foto-foto di sana, trus capcus ke pantai.
Kita memasuki kawasan Pantai Pasir Kencana. Matahari senja sudah mulai beradu ke arah Barat. Jingga, jingga sekali. Aku melangkah ke arah pantai, angin laut menyibak rambutku. Aku tersenyum, sweetest simple smile kembali terukir di wajahku. Aku mencintai laut sama seperti aku mencintai warna biru. Tenang, biru itu bukanlah warna yang hanya sekedar dapat dilihat. Tapi ia menyimpan kesejukan, seolah dapat kepeluk dan memberikan ketenangan di sukmaku. Biru, azure, adalah warna yang dapat dirasakan. Aku menikmati senja di pantai Pasir Kencana. Aku tersenyum kepada laut, kepada ombak, yang memperdengarkan suara alam paling merdu.
Ingin ku sampaikan salam melaui ombak, mealalui semilir angin laut, di bawah cahaya siluet senja, tapi bibirku terlalu kelu untuk berkata-kata. Aku hanya tersenyum, bersama rindu yang semakin menyiksa ruang di hati...
Aku masih ingin berlama-lama di pantai, menunggu matahari jingga di telan bumi. Tapi aku harus bergegas ke Stasiun. Aku harus pulang.
Ozi berdiri di bibir laut, katanya hendak menyampaikan salam. 
Senja semakin dalam, "ayo pulang, uda sore ni." kataku memecah keheningan yang mulai tercipta di tepi pantai.
Kami beranjak, ku lihat patung dolphin tak jauh dari pantai. "Fotoin dong," kataku kepada tour guide sekaligus fotograferku. Aku ingin mengabadikan perjalananku di kota ini, entah kapan lagi bisa touring kesini.
Kami meninggalkan pantai dan menuju stasiun. Beberapa menit sebelum kereta datang. Ku ucapkan terimakasih buat hari yang luar biasa, si turis dan tour guide berpisah di stasiun.
See yaa :D

Hanna Meyti Sitepu,
Semarang, 7 Nov '14







Sabtu, 12 Juli 2014

Karonese Custom

A BRIEF DESCRIPTION ABOUT CUSTOM OF KARO PEOPLE IN BUMI TURANG, KARO LAND



WRITTEN BY:
HANNA MEYTI BR SITEPU
3.21.11.0003
ENGLISH AND LITERATURE DEPARTMENT
AKI UNIVERSITY
SEMARANG 2014


A.    About Karo Land
Karo Land is a regency in North Sumatera highland which the capital city is Kabanjahe. For this land is in high land, so the weather is cold and fresh. The majority of the livelihood of the society are being farmer. The agricultural products of Karo land are vegetables, fruits and kinds of flowers. The most popular product was orange fruit, which was called “Jeruk Medan”, but several recent years this product is not as much as before.
                Karo people is known as friendly people. For Karo people, virtually every social relationship, even a chance encounter between strangers at the market, is conducted according to the principles of kinship. Upon meeting, two previously unacquainted Karo people will establish a kin relation to one another through the process of mutual interrogation known as ertutur. Each in turn asks for the other’s paternal (merga for men and beru for women) and maternal (bebere), clan and sub clan affiliations, home village, and in the case of a married woman, her husband’s clan. By tracing known, and often quite distant, relationship with agnatic and affinal kin, Karonese can usually discover person.  
               Bumi Turang is used to call Karo land. It is caused by the custom of Karo people who use turang to call the person that they have not known (to their opposite gender). Turang means brother or sister. It will be more polite if a young man call “turang” for a young woman that they haven’t known each other. If they want to know more each other, they usually introduce their self that in Karo called “ertutur”.
               
B.     Karo People Activities and Custom
Karo people have some unique activities and custom. So, in this paper the writer is going to give a brief description of them.
1.      Kerja Tahun or Merdang Merdem (Yearly Party)
Kerja Tahun or Merdang Merdem is Karo traditional party. Kerja in English means party. It is usually held once a year. In the past, this party was celebrated as the form as thanksgiving to the Beraspati gods, for him to bless the agricultural activities of Karo people. Sembiring (1992) states that “Kerja tahun adalah suatu bentuk ritual atau upacara penyembahan kepada Sang Pencipta atau Beraspati Taneh (dewa yang berkuasa atas tanah menurut agama Pemena atau agama asli suku Karo) yang bertujuan menyukseskan setiap tahapan aktivitas pertanian dan manifestasi dari harapan akan hasil panen yang berlimpah”.
Nowadays, Kerja Tahun has different application as before. Karo people celebrate this party as the gathering to their family. So, the family who lived in difference town will meet when the time of Merdang Merdem is coming. The time of the party also different each villages or sub-districts. In some villages, it usually celebrated on January, April, June, July, August and October. It is depend on the deal of each sub-district government and the custom figures.
In Kerja Tahun, we have some activities. In the past, Karo people celebrated Kerja Tahun for a week. It means that we have several activities during the party.The festival lasts six days, with a seventh day of rest.
The first day: Cikor-kor - the participants search for “kor-kor”, a specific insect found in the soil under trees. These are eaten. The second day: Cikurung - the participants search for 'kurung', animals of the rice fields. These are also eaten. The third day: Ndurung - the participants search for 'nurung', fish of the rice field or river (no specific species of fish, just whatever happens to be found). These too are eaten. The fourth day: Mantem - 'slaughter' - livestock such as pigs, buffalo, and cows are slaughtered. These are eaten as the main menu. The fifth day: Matana - the main day of celebration. Following four days of feasting, matana is the day for music and dancing. Gendang Guro-guro Aron music is performed, and the perkolong-kolong sing. The perkolong-kolong are skilled male and female singers who perform Karonese music facing each other, often making jokes in between songs. After the perkolong-kolong have performed, couples (married couples with their spouses, and those who are not yet married with their impal) from each of the five Karo clans (merga silima) dance in the same manner. The sixth day: Nimpa - cimpa cakes are prepared and consumed. Cimpa is Karonese traditional food made by glutinous rice powder, with palm sugar and coconut jell inside. The cake will be wrapped in singkut leaf. In some villages, Karo people prepare Lemang as the food, not cimpa. Lemang is Karonese traditional food made of glutinous rice, and it will baked in bamboo. The seventh day, Rebu - the day of rest. 'Rebu' meaning 'do not greet'. People stay at home after the six days of celebration, work is prohibited, and people are not allowed to talk to certain of their in-laws.
The explanation above are some activities during Merdang Merdem. The writer has told that Kerja Tahun has different application in this modern era. Nowadays, this party is celebrated in two days only, mantem/motong and matana. In the first day, mantem, the people prepare all the food that should be served. Especially slaughter the pigs and cows. The family or guests usually come start from in the evening of the first day through the second day. Gendang Guro Guro Aron also started in the first day, in the evening. It will continued in the second day, matana. In the second day, Karo people also make cimpa or Lemang.

2.      Ndurung
As the writer has described above, that ndurung is the activity of searching for nurung or fish in rice field or river. In the past, most of Karo people loved ndurung. They tried to find fish in rice field or river. But nowadays, this activity is not as popular as before. It may be caused by the some factors such as: the rice filed is not as much as in the past, it is easy to find the fish seller in the market, the Karonese in this time have more kinds of occupation, not like in the past, that most of Karonese were farmers.

IMAGES ATTACHMENT



   
a.       Lemang, Karonese traditional food


b.      Cimpa, Karonese traditional food


 
c.       Dancing in Gendang Guro Guro Aron, in Kerja Tahun








   
d.      Ndurung





Sabtu, 07 Juni 2014

Semakin Cinta :*


Cinta menyembuhkan manusia, baik yang memberinya maupun menerimanya...
***
Mencintai seseorang adalah komitmen, komitmen untuk mencintainya baik dalam suka dan duka, dalam kurang dan lebihnya dia, saat dia membuatmu tersenyum bahagia bahkan saat ia membuatmu meneteskan air mata sekalipun...That's what we call LOVE.
***
Cinta itu indah katayaaa,, tapi emang iya juga sih. Indah pas lagi gak ada masalah, hehe... Giliran lagi ada masalah, nangis( pengalaman ni) hahaha... Tapi emang bener, cinta itu indah. Indahnya seperti apa? Seperti senyum manisku yang indah kah?? Hahaha, whatever lah kaya apa, yang penting indah pokokmen!!

Katanya cinta juga butuh pengorbanan, "love is sacrifice". Kalo orang lain mungkin menganggap pengorbanan itu dalam hal materi, tapi bagiku itu bukan soal materi. Salah satu contoh pengorbanan yang simpel adalah, korban perasaan.. Cieee,, main perasaan nii..hehe,, ya iya lahh.. cinta kan soal perasaan, :)
Ehmm,, misalnya nih...kaya kisahku, hehe.... ini kan blog pribadiku, jadi ambil contoh dari kisah pribadi aje yee... Cowoku itu cemburuan pake banget, sama kaya aku.. hahaha... Jadi, dia itu gak suka kalo aku terlalu dekat dengan teman-temanku yang cowo. Ya mungkin menurutku biasa aja kalo gabung sama mereka, tapi ketika kita sudah berkomitmen untuk mencintai seseorang, kita juga harus menjaga hatinya (kata mamaku).hehe...

Cinta itu juga proses belajar. Belajar memahami pasangan. Nah, ini mungkin rada-rada susah. Susah kenapa? Karena disini kita harus mempelajari seorang pribadi yang ia sendiri mungkin blum bisa mempelajari dirinya sendiri. hehe,,ribet banget yahhh.... Tapi jangan give up dulu, seseorang pernah bilang "belajar itu kadang benar, sering salah". Ya mungkin ngga mudah untuk kita bisa memahami pasangan, tapi bukan berarti harus menyerah. Kita harus pintar memposisikan diri dalam hal ini (Aku juga masih belajar sampai sekarang). Ehmm, misalnya pasangan kita orangnya emosian, kita harus sabar menghadapinya, ngga boleh sama-sama emosi, bisa rame entar.

Memberikan perhatian kepada pasangan adalah kewajiban setiap orang yang mengaku mencintai pasangannya. Karena cinta yang tulus akan dirasakan lewat perhatian yang kita berikan. Setiap orang memiliki cara berbeda dalam memperhatikan pasangannya. Berikanlah perhatian dari hal-hal yang sederhana sekalipun, mungkin menurut sebagian orang nanyain apakah pasangannya udah makan apa belum adalah hal yang klise, tapi itu juga salah satu bentuk perhatian. Kalo aku sendiri nih, lebih suka kalo pasanganku memperhatikanku di hal-hal sederhana yang aku sendiri bahkan ga kepikiran kalo dia ngasi perhatian ke hal-hal sederhana seperti itu. 

Komunikasi yang baik juga sangat berpengaruh dalam sebuah hubungan. Kata dosenku, kita bisa percaya sama seseorang kalo kita punya komunikasi yang baik. hehe
So, tetap jaga komunikasimu dengan pasangan. Kalo emang sulit buat ketemu, kan ada mobile phone dan media komunikasi lainnya. Ngga ada alasan sebenarnya untuk tidak berkomunikasi, hehe... Kalo dalam ilmu bahasa, komunikasi itu penting untuk mengungkapkan perasaan, menyampaikan gagasan, de el el...

Love is about trust, seorang teman pernah bilang kalimat ini di kelas waktu kami lagi bahas tentang cinta. Emang benar, kalo kepercayaan itu sangat di butuhkan dalam sebuah hubungan. Kalo ga ada rasa percaya dalam hubungan, bahaya besar. Karena akan ada kecurigaan antar pasangan yang membuahkan pikiran-pikiran negatif dan ujung-ujungnya pasti berantem deh... Repot kan...

So, tetaplah saling menjaga dalam menjalin hubungan. Karena dalam ikatan ini bukan hanya tentang aku, atau kamu, tapi kita.. :)
***
Dan ku temukan semakin hari aku semakin cinta, cinta sama kamu. 

For I know how deep this feeling of loving you, 


Hanna
Semarang, 07_juni_'14


Senin, 26 Mei 2014

Rumahku, home or house ??


“Ma, nanti kalau aku dan adik sudah lulus kuliah, kita renovasi rumah kita, ya.” 

 Kata ku kepada mama yang sedang mendengarkan permintaan putrinya di ujung telfon. Sambil tertawa mama menjawabku, “Iya sayang, berdoa saja biar kita dapat rejeki.”
 Mendengar jawaban mama imajinasiku melayang dan membayangkan sebuah rumah impian, sebuah rumah yang selama ini selalu aku dambakan.
Lamunanku akan rumah impian seketika buyar saat Rika, adikku masuk ke kamar.  Dia 2 tahun lebih muda dari aku, dan kini kami tinggal bersama di satu kamar kost di salah satu kota besar di Jawa Tengah.
 “Telfon sama siapa tadi?” Tanya Rika dengan gayanya yang cuek.
“Sama mama.” Jawabku singkat, tanpa berpaling dari telefon genggamku yang sedang ku mainkan.
“Ngobrol apa sama mama?”
“Ngobrolin rumah.”
Emang rumah kita kenapa?”
“Ngga kenapa-kenapa kok, aku cuma bilang ke mama, nanti kalo kita udah selesai kuliah, rumah kita di renovasi, kan mama ngga ngirimin kita uang bulanan lagi, jadi uangnya bisa buat renovasi rumah.”
            Sudah lama sekali aku tidak pulang ke rumah. Sesekali kurasakan rindu yang teramat dalam akan hari-hariku saat aku masih tinggal di rumah bersama semua anggota keluargaku. Saat mama membangunkanku di pagi hari, membuatkan kami sarapan sebelum berangkat sekolah, saat mama dengan sabarnya mendengarkan cerita gadis kecilnya yang sedang jatuh cinta, saat aku, adik, abang dan kedua orang tuaku berkumpul di malam Natal dan Tahun Baru.
            Hal yang paling aku rindukan di rumah adalah saat kami sekeluarga makan malam bersama. Masakan mama yang spesial selalu membuatnya mendapatkan pujian dari suami dan anak-anaknya. Mama mendapat julukan sebagai koki terhebat sedunia, karena mama selalu memasak dan menyajikan menu masakannya dengan penuh cinta. Masakan mama benar-benar tiada duanya. Aku juga selalu memperhatikan hal unik dari papa. Papa sangat suka makan kerak nasi yang masih hangat, dan selalu ku katakan kepada papa, akan aku ceritakan kepada anak-anakku kelak, bahwa kakek mereka sangat suka makan kerak nasi yang masih hangat. Papa selalu tertawa saat aku menggodanya seperti itu. I love you, Dad.
Keinginan untuk kuliah telah membawaku jauh meninggalkan rumah, meninggalkan pulau Sumatera. Terkadang ada rasa cemburu melihat teman-teman yang pulang ke rumah mereka saat liburan tiba. Aku harus menahan rindu dan mengurungkan niat untuk liburan ke kampung halaman, karena memang tidak sedikit biaya yang dibutuhkan untuk pulang menyeberangi lautan.
Aku beruntung aku bisa kuliah bersama adikku di luar pulau. Setidaknya aku masih punya anggota keluarga yang tinggal bersamaku. Sesekali saat sedang ngobrol dengan Rika, ku tanyakan bagaimana sekarang keadaan rumah kami, karena ia yang terakhir meninggalkan rumah. Diceritkannya bahwa tanah kosong di depan rumah tempat kami dulu sering bermain telah dibangun rumah oleh pemiliknya.
“Kalau di tanah kosong itu sudah dibangun rumah, anak-anak tetangga kita bermain dimana?”
“Ya mereka bermain di halaman sekolah yang di dekat rumah kita.”
Trus, rumah kita sendiri gimana?
“Sepi”, jawabnya singkat.
            Ada rasa pilu saat membayangkan rumah sederhana berukuran 8 x 6 meter dimana aku dibesarkan selama hampir 16 tahun kini menjadi sepi. Wajar saja memang kalau rumah itu sekarang sepi, berbeda seperti beberapa tahun lalu saat kami semua masih di rumah. Abangku kini telah menikah dan dia tinggal di tempat yang ditetapkan pemerintah untuk bekerja, aku dan adikku menuntut ilmu ke pulau Jawa. Tinggal mama dan papa yang ada di rumah, itu pun hanya di akhir pekan. Sejak aku kuliah mama memutuskan untuk bekerja di salah satu perusahaan di kota, jadi mama hanya bisa pulang setiap akhir pekan. Papa, yang mencintai dunia pertanian mengolah lahan pertanian kami dan ia tinggal di rumah, sendirian. Aku tau orang tuaku telah mengambil keputusan yang sulit, tapi aku juga sadar mereka melakukan itu demi masa depan kami, buah hati mereka.
            Bertahun-tahun kini tak ku injakkan kaki di rumahku. Tapi masih terbayang setiap sudut ruangan itu, setiap tempat di rumahku menyimpan cerita dan hangatnya kebersamaan kami di rumah. Ku bayangkan rumahkku yang sekarang dan kubayangkan rumah impianku. Rumah yang sekarang sepi itu sangat sederhana, dan hanya memiliki 2 kamar tidur. 1 kamar untuk orang tuaku, dan yang 1 dengan ukuran lebih kecil adalah kamarku dan kamar adikku. Kamar abangku? Dulu saat aku dan adikku masih kecil, kami tidur bersama orang tua kami. Jadi abangku tidur di kamar yang lebih kecil itu. Saat kami mulai tumbuh remaja, kami, aku dan adikku, menggusur abangku, jadi ia tidur di sofa di ruang keluarga.
            Rumah impianku tentunya lebih baik dari rumahku yang sekarang. Rumah impianku adalah sebuah rumah berlantai dua, 2 kamar di lantai 1 dan 2 kamar di lantai atas, dan ada balkon yang menghadap ke barat. Rumah itu tidak harus mewah, yang penting ada pekarangannya. Jadi rumah itu akan terlihat segar. Di pekarangan akan ada beberapa pohon buah-buahan, dan yang pasti akan ada banyak bunga yang di tanam di pekarangan itu. Pertanyaannya, rumah sebesar itu untuk siapa? Tentu saja untuk orang tuaku.
            Suatu hari ku ceritakan kepada adikku mengenai rumah impian itu.
“Ka, aku punya rumah impian.”
“Rumah impian seperti apa?” Tanya Rika.
“Rumah berlantai dua, 2 kamar di lantai 1 dan 2 kamar di lantai atas, dan ada balkon yang menghadap ke barat, trus ada pekarangannya.” Jelasku bersemangat.
Lu mau bangun dimana rumah kaya gitu?” Tanya Rika dengan nada tak percaya.
“ Ya beli tanah toh, Neng.”
Emang menurut elu beli tanah itu gampang, duit dari mana?” jawab Rika masih dengan nada tak percaya.
“Kan rumah yang sekarang itu kalau mau di renovasi juga susah, di depannya juga udah di bangun rumah. Jadi kita bilang mama aja, biar rumah itu di jual, terus kita beli tanah yang memungkinkan untuk di bangun rumah kaya rumah impianku itu”. Kataku sambil membayangkan rumah impianku itu.
“Astaga, lagian buat apa rumah se-gede itu? Toh nanti kita udah berkeluarga dan orang tua kita cuma tinggal berdua.”
“Ya justru karena kita udah berkeluarga. Jadi nanti kalo Tahun Baruan kita kumpul keluarga di rumah mama, pasti mama senang liat anak-anak dan cucu-cucunya berkumpul”. Ceritaku kepada Rika sambil membayangkan masa depan.
“Tapi ngga mesti jual rumah kita yang sekarang juga kali, pokoknya aku ngga mau kalo rumah itu sampai di jual, apapun ceritanya. Rumah itu menyimpan sejarah perjalanan keluarga kita selama sekian dekade.” Bantah adikku.
            Sepenting itu kah arti rumah itu baginya, di banding dengan rumah impianku? Aku tak peduli apa kata adikku, rumah impian itu masih tetap menari-nari di imajinasiku. Ku bayangkan rumah impianku di bangun di kampung halamanku yang sejuk, dengan pemandangan gunung yang menjulang tinggi di sebelah timur dan pegunungan Bukit Barisan yang seolah memeluk bahu gunung itu di sebelah timur laut. Ku bayangkan keindahan mentari pagi yang terbit dari balik gunung yang diselimuti awan tipis yang bisa di saksikan dari jendela kamar di lantai atas, dan megahnya matahari jingga saat senja di ufuk barat, yang bisa di nikmati dari balkon yang mengahadap ke arah matahari terbenam. Aku tersenyum dan ku pejamkan mataku menikmati indahnya pemandangan yang menari-nari di imajinasiku.
***

            Ku temukan diriku mulai disibukkan dengan skripsiku. Perkara rumah impian sudah jarang aku pikirkan. Yang ada di pikiranku hanyalah tentang skripsi, skripsi dan skripsi.  Bagaimana skripsiku bisa ku kerjakan dengan maksimal dan hasil yang memuaskan, itu semua cukup menyita waktu dan pikiranku. Sampai suat  ketika di masa-masa jenuhku aku di suguhi satu pertanyaan oleh teman-teman satu organisasiku di kampus . Pertanyaannya sederhana, apa bedanya “home” dengan “house”?
            Secara harafiah kedua kata tersebut bisa diartikan “rumah”. Aku tidak menjawab apa-apa saat aku ditanyai tentang perbedaan kata itu. Tapi itu cukup menggangguku juga. Aku pernah mendengar istilah “home sweet home”, bukan “house sweet house”. Kini aku mengerti, home bukan hanya sekedar bangunan rumah dengan beberapa kamar yang dipenuhi dengan perabotan. Tapi lebih dari itu, home mengandung makna yang lebih luas. Home berbicara tentang keharmonisan, hubungan, kasih sayang dan cinta yang kita dapatkan di rumah, di keluarga kita. Rumah adalah tempat dimana ada orang-orang yang menanti kita dengan penuh kasih sayang saat kita pulang.
            Rumah bisa menjadi house ketika tidak ada keharmonisan di dalamnya. Kasus seperti ini sering disebut dengan istilah “broken home”, bukan “broken house”. Karena yang rusak bukanlah bangunan rumahnya, tetapi hubungan antar anggota keluarga. Dan yang sering kali menjadi korban dari broken home adalah anak-anak. Mereka tidak mendapat kasih sayang di rumah, sehingga mereka “lari” dan mencoba mencari perhatian di luar rumah. Tapi yang mereka dapatkan bukanlah perhatian dan kasih sayang, tapi pergaulan yang buruk dan yang akhirnya menjerumuskan mereka. Anak-anak yang menjadi korban broken home tidak jarang menjadi korban juga dalam pergaulan yang tidak baik.
            Pertanyaan home or house mengingatkanku akan rumahku, ya rumahku yang sekarang, bukan rumah impianku. Ku tanya diriku sendiri apakah rumahku adalah home or house bagiku. Ku ingat senyum dan semangat kedua orang tuaku, ku ingat kembali saat-saat beberapa tahun lalu, saat kami semua masih berkumpul di rumah, saat mama memasakkan kami makanan dengan penuh cinta, saat papa tertawa setiap kali aku menggoda dia tentang kerak nasi yang masih hangat, saat aku, adik dan abangku bersenda gurau bersama, dan 1 hal yang selalu ku ingat, bagaimana orang tuaku mengapresiasi kami anak-anaknya saat kami menjadi juara kelas, dan bagaimana mereka menyemangati kami saat prestasi kami tidak meningkat. Semuanya itu menjawab pertanyaan apakah rumahku home or house bagiku.
            Aku merasakan rindu yang semakin mendalam akan rumahku di saat-saat terakhir penyelesaian skripsiku.  Hampir 4 tahun aku menahan rasa ini, demi mimpi dan cita-cita, demi membanggakan kedua orang tuaku, demi keluargaku yang tercinta. Dengan penuh cinta akan mereka ku selesaikan skripsiku dan sebentar lagi aku akan di wisuda.
            Suatu senja di akhir pekan ku telfon mamaku,
“Ma, aku lulus sidang. Pertengahan bulan Mei aku akan di wisuda.”
“Selamat ya sayang, mama sama papa bangga sama kamu.”
“Iya ma, makasih dukungannya ma. Ma, aku punya permintaan, boleh?”
“Permintaan apa sayang, renovasi rumah kita?” Tanya mamaku sambil menggodaku dan tertawa di ujung telfon.
“Engga ma, selesai wisuda aku pulang ya. I do miss my home.” Kata ku sambil menahan air mata.
“ Iya sayang, nanti kita pulang bareng setelah kamu wisuda.”
“Thankyou mom, I love you.”

 Hanna Meyti Sitepu

Purwokerto, 10 mei '14




Senin, 21 April 2014

Tears in My Smile

You may always see me with my simple sweet smile... :)
Yaaa,, I always ask myself to smile.
Then the world will never know the painful that hurt me so deep.
I hate to keep hiding like this, but that's all that I can do.
Don't ask me why I do it, baby.
You'll never know, you'll never understand.
I've tried to rise up from this hurt painful, but I am too weak.
You'll always see me with my simple sweet smile, no matter it is fake or not.
I just wanna keep smiling through this all.
You used to be my reason for smile and feel so happy.
But know everything is changing.
I hide my tears when I say your name, but the pain in my heart is still the same.
Although I am smile and seem carefree, there is no one who misses you more than me.
I am still  here with my simple sweet smile, struggle in my tears. Hope fully this pain will be shifted with gain and happiness...
Hope fully you'll come to wipe my tears...



Hanna...
Semarang, April 21 2014

Jumat, 28 Maret 2014

Demokrasi....Demam Pesta Rakyat!!!


    Hari ini aku dengan setengah terpaksa membeli sticker dari salah satu mahasiswa di kampusku, katanya sih buat cari dana di event fakultasnya mereka. Pasalnya, aku ga terlalu suka dengan kata-kata di sticker itu. Tapi ada satu sticker, yang aku tak punya alasan untuk tidak menyukainya. Kata-katanya seperti ini "Proud to be Indonesia", ya meskipun tulisan yang benar seharusnya adalah "Proud to be Indonesian". Tapi ya whatever lah, aku tetap bangga menjadi orang Indonesia, biar bagaimanapun keadaan negara ini.

     Indonesia sebagai negara demokrasi, dalam waktu dekat ini akan mengadakan pesta besar, Pesta Rakyat. Pemilihan Legislatif pada 9 April 2014dan di ikuti dengan pemilihan Presiden pada 9 Juli 2014. Spanduk dan baliho dari setiap calon dimana-mana. Wajah-wajah mereka terpampang juga di kalender, kaos, jam dinding, de el el. Ada begitu banyak atribut yang "berserakan" di seantro Tanah Air ini menjelang pesta besar itu. Kampanye dari setiap calon parpol juga berkumandang di tengah-tengah hiruk pikuknya kegiatan masyarakat. Jejaring sosial pun dipenuhi dengan grup-grup pendukung setiap calon. Argghhh,, seperti inikah persiapan menjelang pesta demokrasi itu??

       Sebagai warga Indonesia yang baik, tentunya saya juga berhak mendukung calon yang saya anggap bermutu. Maka dari itu, saya bergabung di forum pendukung salah satu calon presiden melalui jejaring sosial. Awalnya saya tidak terlalu ngeh untuk membaca kiriman-kiriman dari setiap pendukung. Tapi beberapa hari belakangan ini, ada beberapa kiriman-kiriman yang berisikan komentar-komentar miring mengenai calon presiden yang saya dukung tersebut. Memang, hak setiap orang untuk mendukung atau tidak, tapi ini sudah berlebihan menurut saya. Berlebihan seperti apa? Masa nama-nama yang saru (tidak sopan) pada bermunculan di komentar? Ada banyak akun-akun dengan identitas palsu malah memprovokasi calon-calon presiden kita. Kalau tidak suka ya jangan di pilih, gitu aja kok repot!

      Saya baru saja membuka laman group calon yang saya dukung, dan saya menemukan terlalu banyak komentar yang tidak membangun. Yang paling memprihatinkan menurut saya adalah, perdebatan para pendukung dan si pengguna akun palsu yang membawa nama suku-suku di Indonesia, dan memojokkan salah satu suku besar di Indonesia. Lama-lama bisa jadi perang suku ini. Ngga jadi pemilu entar..

        Panas memang hari-hari terakhir menjelang Pesta Demokrasi kali ini. Tapi bagaimana pun, tetap pilih orang yang menurut anda bisa bertanggung jawab memimpin negara ini ke arah yang lebih baik. Jangan terbuai dengan money politic, ya meskipun kita sendiri sadar, terlalu banyak calon pemimpin kita yang menggunakan politik ini. Tidak adil memang, jika yang menang kali ini adalah mereka yang tidak bersih. Tapi bukankah lebih baik hidup di bawah ketidakadilan, daripada berbuat ketidakadilan?
Sahabat bloggers, mari wujudkan pemilu 2014 yang JUJUR dan BERSIH !!!

Semarang, 28 Maret 2014
Hanna

Friendship


Semua orang punya teman, tetapi teman di sekolah/kampus itu berbeda, mereka mengerti kita sama seperti orang tua kita mengerti kita, mereka mengerti kita. Perselisihan, iri, persaingan, semua mewarnai  persahabatan kita. Tak peduli bagaimana semua itu berjalan, itu takkan pernah meredupkan hati.
You all guys, my best friends, have gaven so many colors of my days.
I Love Yous. :*


Rabu, 19 Maret 2014

Cinta dan Sang Waktu Part II

Cinta yang sejati, cinta yang kita kira sudah pergi, ternyata cuma bersembunyi, menunggu waktu untuk kembali.
                                                                               ***
"Eh, elu kenapa? Ko galau gitu?", celotehan yang menjadi salam pembuka dari adikku Tasya sore itu, setelah seharian di jejali materi-materi kuliah yang cukup menguras pikiranku. Aku diam, mengabaikan ocehannya. "Sms lu gak di balas?", tambahnya lagi. "Ngga apa-apa kok, cuma kecapekan aja", jawabku singkat, mencoba mengindari pertanyaan-pertanyaan yang tidak ku harapkan. 

Tasya, adikku yang selama 7 bulan belakangan ini tinggal 1 kost denganku di Semarang, sepertinya mulai menangkap sinyal-sinyal kegalauanku beberapa hari belakangan ini. Sebenarnya sih ga bermaksud untuk galau, cuma kadang aku kurang ahli untuk menyembunyikan kepedihan hatiku, hehe. . Kali ini aku terlalu gengsi untuk curhat sama dia, karena aku nggak mau dia tahu betapa pedihnya hati ini. Aku masih ingat bagaimana aku menangis di pelukannya beberapa waktu lalu, saat sesuatu hal yang menyakitkan hatiku terjadi. Dia hanya membiarkan aku menangis, sepuasnya. No comment! Belakangan aku tau dari pacarnya, dia benar-benar marah karena aku disakiti, tapi dia ga pernah ungkapkan hal itu kepadaku. 

Hari-hari ini aku mengalami apa yang pernah aku alami sekitar satu tahun lalu, kehilangan. Bedanya, kali ini aku sadar kenapa aku harus merasa kehilangan. Setahun yang lalu, seseorang yang sudah ku kenal dengan cukup baik, dengan setia selalu menemani hari-hariku, tawa dan tangisku. Sulit dilukiskan dengan kata-kata betapa   bahagianya aku saat itu. Suatu hari, tanpa kata, tanpa alasan, dia menghilang, begitu saja! Aku marah? Ya! Tapi kepada siapa aku harus marah? Aku kecewa? Jelas! Tapi apa gunanya jika aku terus bergelut dengan kekecewaanku. Kulewati masa-masa sulit untuk beradaptasi kembali dengan hari-hari yang ku lalui tanpa hadirnya, seseorang yang terlalu dekat denganku, dan terlalu sakit untuk harus kehilangannya.

Aku pernah membaca  sebuah kalimat yang singkat, kira-kira seperti inilah maknanya. "Ada seseorang dalam hidupmu, jika ia pergi, ia membawa serta sepotong hatimu". Dulu, aku tidak mengerti apa maksud orang yang menuliskan kalimat itu. Tapi kini aku sadar, perkara hati adalah perkara yang paling sensitif. Dengan sangat excited, aku selalu menceritakan kepada adikku seseorang yang memiliki hatiku . Kuceritakan betapa spesialnya dia bagiku, dia, orang yang sekitar setahun lalu pernah sangat dekat denganku, yang menghilang tanpa alasan, dan seperti pencuri ia datang kembali. Ya, seseorang itu datang kembali.

Tapi kali ini dia datang disaat yang tidak tepat. Dia datang saat aku memutuskan melalui tahun ini in celibacy. Dia terlalu berarti, dan tak bisa ku pungkiri, aku bahagia saat ia kembali hadir mewarnai hari-hariku, meski aku sadar ini bukan waktu yang tepat. Ku biarkan ia menuliskan cerita-cerita di hidupku, dan aku menikmati setiap cerita itu. Kami, aku dan dia menuliskan mimpi-mimpi, dan akan kita raih bersama, suatu saat nanti. 

Sesuatu yang diluar harapanku terjadi. Tuhan memintanya kembali dariku. Awalnya aku baik-baik saja. Aku merasa bisa menerima semua ini, karena aku tahu dengan jelas kenapa ini terjadi. Tapi seiring waktu berlalu, kutemukan diriku mulai merasa kehilangan. Kehilangan mungkin bukan kata yang tepat, karena sesungguhnya aku tidak kehilangan. Aku hanya belum boleh memilikinya sekarang. Aku hanya harus menunggu waktu yang tepat, sampai aku benar-benar siap menerima pemberian itu, siap lahir dan batin. Sesekali, ku temukan air mata  basahi pipiku, kala ku ingat bagaimana ia pernah menemani hari-hariku. Apakah kali ini aku masih marah, kecewa?Marah sama siapa? Kecewa sama siapa? Aku tidak menyalahkan siapa-siapa, tidak menyalahkan dirinya, diriku dan juga sang waktu. 

Kubiarkan diriku yang masih sedikit canggung dengan semua ini menikmati hari-hari yang berlalu. Sesekali, kulihat dirinya dari kejauhan, dan aku tersenyum. Ada bagian dalam diriku yang berkata, " Dear, sometimes it's enough for me to know that you're there ". Aku tau cintaku tidak hilang, ia hanya sedang jauh dariku, bersembunyi mungkin, dan ia akan datang kembali, membawa sepotong hatiku, suatu saat nanti, disaat yang tepat. :)


Semarang, 19 Maret 2014

Hanna