“Maaf, aku bisa minta nomor hp kamu? Ada perlu nih buat isi
data mahasiswa yang masuk organisasi kita”.
“Oh, boleh. Ini nomor hpku”.
“Makasih ya, nanti aku sms data apa saja yang perlu di isi”.
“OK. Siph!”
Perkenalan kita berawal tanpa
sengaja, ya hanya dengan percakapan singkat itu. Percakapan sekian detik di
bangku di depan kelas yang mengawali kisah kita. Titan, “manusia” baru yang ku
kenal setelah beberapa semester di kampus. Entah dimana dia selama ini, sampai
aku tak pernah melihatnya di kampus.
Setelah hari itu, kita sesekali
chatting di jejaring social dan mulai kirim sms. Tak kan pernah kulupakan saat
pertama kita janjian makan bareng, makan bubur di dekat kampus. Hari itu, aku
mengenalmu sebagai sosok yang berbeda. Hari itu kamu menjadi teman baruku,
namun aku seakan telah mengenalmu sekian abad. Percakapan yang ringan, konyol
dan penuh canda diantara kita membuatku merasa nyaman didekatmu.
Tak terhitung hari yang telah kita
lalui setelah pertemuan itu. Tak terhitung juga jarak yang telah kita tempuh
bersama. Tak terhitung juga tempat tempat yang telah kita kunjungi, dan kita
habiskan berjam-jam disana dengan cerita-cerita konyol kita. Alam, telah
menjadi saksi dari cerita yang kita tuliskan. Kau memperdengarkan suara alam
paling merdu untukku, ombak di pantai parangtritis. Matahari pagi dan senja juga menyimpan
cerita-cerita indah yang kita tuliskan.
Kamu pernah bilang, tempat yang akan
paling kamu rindukan adalah Jembatan Biru. Titan, bukan cuma kamu yang akan merindukan
tempat itu. Aku juga akan sangat merindukan tempat itu dan canda tawa kita
disana. Kita menghabiskan berjam-jam di tempat itu, menatap langit berbintang
dan menyaksikan lampu kota. Aku bahagia setiap kali kita keliling kota, menyaksikan
indahnya Semarang dengan sejuta lampunya saat malam. Menyaksikan indanya lampu
kota bersamamu akan menjadi hal yang paling aku rindukan.
Ada banyak orang yang buat aku
senyum, buat aku tertawa, tapi kamu lebih dari mereka. Kamu buat aku senyum,
aku tertawa, aku bahagia. Mengenalmu adalah kebahagiaan terbesarku. Aku menjadi
siapa aku saat aku bersamamu. Aku ga bisa “jaim” di dekatmu. Tanpa kamu sadari
kamu telah memberikan warna yang indah dihidupku. Aku menjadi sangat konyol dan
suka “joke” saat bersamu. Dan hanya kamu yang bisa buat aku menjadi seseorang
yang suka bercanda.
Apa saja bisa menjadi bahan obrolan
kita dan kita selalu tertawa saat membicarakan itu. Pedagang kaki lima
disebrang tempat nongkrong kita. Kita selalu membicarakan apa kira-kira yang
sedang mereka pikirkan, dan kita memperbincangkan apa kira-kira yang sedang
mereka bicarakan. Kamu ingat waktu kita mengelilingi candi di sebuah bukit?
Kita ngobrol dan tertawa sepanjang perjalanan, dari berangkat sampai akhirnya
kita pulang. Saat aku bilang pasti orang bertanya-tanya kenapa kita dari tadi
kelihatan bahagia sekali, kamu bilang palingan mereka mikir kalo kita pengantin
baru yang sangat bahagia. Aku cuma tertawa mendengar jawabanmu yang menggelitik
telingaku.
Kalau sudah banyak tempat yang kita kunjungi,
pastinya banyak juga foto-foto yang kita “take” untuk mengabadikan
kenangan-kenangan dan cerita-cerita indah kita. Ya, sudah terlalu banyak
foto-foto yang kita abadikan di setiap tempat-tempat yang kita kunjungi. “Tan,
you are my best cameraman ever.”
Saat-saat seperti sekarang ini, saat
kau jauh dariku, lampu kota menggodaku. Mereka memancarkan indahnya warna-warni
cinta. Dan aku merindukan saat-saat menyaksikan lampu kota bersamamu.
Hanna
Oktober 2013