Halaman

Senin, 17 Maret 2014

Saat Asaku Hampir Pupus

Pernah merasa putus asa dan ingin menyerah setelah sekian lama berjuang untuk meraih sesuatu yang sangat kamu dambakan??
Kira-kira perasaan seperti itulah yang ku rasakan sekarang. Hampir 15 tahun aku mengecam dunia pendidikan, aku belum pernah merasa seburuk ini. Sekarang aku semester 6 dalam studiku di sebuah universitas swasta di kota Semarang. Ini merupakan tahun-tahun terakhir aku berada di kampus. 3 tahun di kampus, di kejar-kejar tugas, penelitian dan laporan tak pernah membuatku menyerah.  Hari ini, benteng pertahananku hancur berkeping-keping, runtuh tak berbentuk. Ku tutup pintu kamarku, aku menangis sejadi-jadinya saat aku curhat sama SAHABATKU. Hal yang sederhana sebenarnya dari sudut pandang orang-orang pada umumnya. Tapi ini hal yang paling "menakutkan" bagiku. Kenapa menakutkan?? Biar 'ku ceritakan sedikit mengenai hal "menakutkan" itu. 
Secara peringkat, aku lumayan bagus dalam bidang akademis. Beberapa kali, aku membawa pulang gelar juara umum di SMP dan SMA. Tapi itu tidak cukup untuk membuatku tampil percaya diri di depan publik. Masih kuingat bagaimana aku dipermalukan teman-temanku di depan kelas dalam pelajaran Kesenian waktu di SD. Menyanyi sama sekali bukanlah duniaku, waktu itu setiap anak di wajibkan untuk menyanyikan lagu daerah oleh guru Kesenianku. Dengan terpaksa aku berdiri di depan kelas dan menyumbangkan sebuah lagu. Salah satu anak mulai menertawakanku, karena suaraku fals dan tak bernada. Teman-teman lain mengikuti tingkahnya dan berhasil membuatku menangis. Dan mulai hari itu, sangat sulit bagiku untuk bisa tampil percaya diri di depan kelas. 
Menyelesaikan pendidikan dasar di SD Inpres Siabang-abang dengan nilai yang bagus, mengikuti test untuk masuk SMP,diterima dan  lulus dari SMP N 1 Kuta Buluh dengan nilai terbaik, masih dengan hal yang sama saat masuk dan lulus dari SMA N 1 Payung. 
Aku mulai memikirkan tujuanku di saat-saat terakhir di bangku SMA. Kuliner, hal yang sangat aku senangi disamping kegiatan akademisku. Kusampaikan hal ini kepada orang tuaku, melanjutkan pendidikanku di bidang kuliner. Proposalku tidak diterima. Dari sekolah ada tawaran untuk mendaftar kuliah melalui jalur undangan, yang diperuntukkan bagi siswa yang berprestasi. Formulir pendaftaran sudah di tanganku, dan wakil kepala sekolahku menyarankan aku untuk memilih program pendidikan, yang kelak akan menjadi guru. Ku bawa  formulir itu pulang, ku ceritakan kepada orang tuaku mengenai tawaran itu. Mereka tidak ada masalah dengan hal itu, tapi hatiku berkata itu bukan duniaku. Keesokan harinya ku kembalikan formulir itu. Sontak, wakil kepala sekolahku kaget dan menganggap aku mulai sinting. Siswa lain berebutan agar bisa mendapatkan formulir yang sangat terbatas, aku malah dengan perasaan tak berdosa mengembalikannya ke pihak sekolah. Alasannya adalah, aku tidak mau menjadi guru!
Dan hari ini, saat masuk mata kuliah TEFL II, dosenku menyampaikan silabus untuk perkuliahan kami selama semester ini. "Okay, guys! You are going to practice your capabilty in teaching at school, not in this class, in front of your friends. So, prepare yourself!"
Begitulah kira-kira wejangan yang disampaikan dosenku hari ini. Jadi kami di suguhi 8 metode pengajaran bahasa Inggris sebagai bahasa asing untuk di pelajari sendiri, dan kami akan mengajar anak-anak di SD yang sudah ditentukan oleh sang dosen dengan mengkombinasikan metode-metode tersebut. 
Kelas berakhir, dan aku pulang dengan perasaan yang campur aduk. I hate to be a teacher, especially in Kindergarten and Elementary School! Aku bahkan belum mengerti metode-metode yang diberikan dosenku hari ini. Ku bayangkan anak-anak SD berseragam, dan aku masuk kelas, mencoba merebut segenap perhatian mereka, dan menyampaikan pelajaran. I am absolutely nervous, although just imagine. 
Rasa nervousku berakhir dengan air mata yang membasahi pipiku sore ini, di kamar kostku yang sepi. Aku, dengan harapan yang sangat besar tidak bertemu mata kuliah micro-teaching, mendaftar sebagai mahasiswa dalam Progran Studi S1 Sastra Inggris, but in fact, aku bahkan tidak bisa mengelak sama sekali dari pelajaran itu.

Semarang, 17 Maret 2014
Hanna



Tidak ada komentar:

Posting Komentar